Pendidikan Islam

Pendidikan Agama Islam (Konsep Pendidikan Islam Berbasis Rahmtan Lil Alamin)

Islam sebagai agama yang mengedepankan dan mencerminkan konsep “rahmatan lil ‘alamiin’, bukan hanya menjadi slogan semata yang menandakan bahwa Islam adalah agama yang damai tanpa adanya implementasi pada proses kehidupan sehari-hari sebagai seorang muslim yang mempunyai jiwa sosial yang sangat tinggi. Munculnya Islam di tanah jazirah Arab pada masa yang disebut sebagai “zaman jahiliyah” bukan tanpa sebab karena Islam muncul sekaligus menjadi gerakan revolusioner tidak hanya tentang kajian ketuhanan melainkan juga pada masalah hubungan kemanusiaan.

Konsep Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamiin terdapat pada ayat suci Alqur’an surah Al-Anbiya’ ayat 107 yang berbunyi sebagai berikut:

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ 

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi sekalian alam” (Qs. Al-Anbiya’/21: 107).

Konsep Islam rahmatan lil ‘alamiin menjadi fungsi dan tugas sekaligus tujuan kenabian atau kerasulan Nabi Muhammad SAW. Misi kenabian ini mencakup kepada dua hal, yaitu memberikan dakwah kepada umat manusia dan menjadikan Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam. Dengan demikian, Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamiin tidak hanya menjadikan slogan agama untuk berbagai kepentingan umat namun menjadikan umat yang mempunyai nilai karakter yang mampu secara konseptual memiliki nilai toleran dan humanis dalam setiap proses kehidupan tanpa menyalahi dan meninggalkan agamanya. Sehingga hal ini menjadikan umat yang mempunyai peradaban dalam sepanjang sejarah yang mampu memberikan kemajuan secara luas dalam berbagai bidang dan sosial kehidupan bernegara serta bermasyarakat.

Masalah sekaligus menjadi tantangan bagi sistem pendidikan Islam sendiri sebagai solusi dalam berbagai fenomena kehidupan pada masa dahulu seakan menjadi mimpi yang tidak akan dapat dicapai pada masa kini. Hal ini terjadi kemungkinan besar adalah kurangnya pemahaman pada tujuan dan fungsi agamanya pada proses kehidupan sehari-hari yang dijalani manusia secara umum. Tantangan yang dihadapi salah satunya adalah pada masalah pendidikan yang menjadi wadah bagi manusia dalam memperoleh perubahan pada psikis dan biologis yang matang sehingga menjadi manusia yang mampu bersaing dan sekaligus tanpa menyalahi aturan dan ketentuan agamanya.

Pendidikan secara umum dipahami sebagai proses dalam pembentukan karakter dan kepribadian manusia matang baik secara psikis maupun psikologis melalui upaya transfer ilmu pengetahuan atau wawasan (kognitif), sikap (afektif) dan kecakapan atau keterampilan (psikomotorik). Namun, seringkali pendidikan hanya dijadikan objek dalam memperoleh kebutuhan hidup secara materil tanpa memperdulikan tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui proses pendidikan tersebut. Komponen utama dalam proses pendidikan adalah adanya pendidikan dan anak didik, keduanya mempunyai tugas dan kewajiban yang saling terkait satu sama lain. Pendidik tidak hanya dituntut sebagai pengajar namun juga sebagai pembimbing, pembina dan sebagai supervisor anak didik. Begitu juga dengan anak didik tidak hanya dituntut mampu dalam memahami wawasan yang diberikan namun harus mampu dalam mengaplikasikannya.

Konsep pendidikan dalam Islam yang dicetuskan oleh para cendikiawan muslim baik sejak dahulu sampai sekarang belum membuah hasil yang lebih baik untuk menciptakan manusia yang mampu dalam memberikan perubahan yang begitu signifikan dalam kehidupan manusia. Padahal peradaban dunia yang pernah terjadi salah satunya adalah melalui sumbangsih pemikiran para ilmuan muslim yang berpengaruh sehingga dijadikan sebagai pedoman pelaksanaan pendidikan bahkan oleh dunia Barat. Namun sekarang hal tersebut nampaknya hanya tinggal sebuah cerita yang dapat diceritakan tanpa adanya sebuah tindakan nyata dalam sumbangsihnya pada proses pendidikan melainkan hanya mempoles pemikiran para pemikir Barat pada penggunaan kalimat bukan pada penggunaan sehingga berpengaruh secara nyata akan pendidikan yang dilaksanakan.

Pada masalah ini penulis akan memaparkan beberapa konsep pendidikan Islam dan tantangan yang dihadapi para pendidik muslim pada masa kini yaitu pada masa abad 21 ini dengan mengangkat judul: “Pendidikan Agama Islam (Sebuah Konsep Pendidikan Islam Rahmatan lil ‘Alamiin dalam Mewujudkan Pendidikan Berkarakter di Masa Kini)”. Pada masalah ini pemaparan hanya akan difokuskan pada konsep pendidikan Islam dan Islam rahmatan lil ‘alamiin pada sistem pendidikan sehingga mewujudkan pendidikan berkarakter.

Pratinjau Teori

Pendidikan Agama Islam

Diantara penggunaan dua istilah yaitu antara Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam, sebahagian orang hampir menyamakan keduanya, baik pengertiannya maupun cakupannnya, karena hanya terdapat perbedaan dalam kata “agama”. Jika kita kaji lebih dalam, maka akan kita temukan perbedaan yang sangat mendasar diantara keduanya, yaitu keduanya memiliki substansi berbeda. Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan usaha yang terencana dengan sungguh-sungguh, yang muncul dari hati yang bersih dan suci karena ridha-Nya, untuk mensejajarkan antara ajaran dan nilai-nilai Islam dalam kegiatan pendidikannya. Pendidikan Agama Islam dalam proses pendidikan atau dalam pendidikan Islam adalah proses pengajaran nilai-nilai keislaman dalam pembelajaran, yaitu penyampaian materi-materi dalam pendidikan Islam, diantaranya adalah seperti fiqih, akidah akhlak, ibadah, dan lain sebagainya.

Perbedaannya diantara keduanya memang tidak jauh, hanya mencakup kepada perbedaan dalam pemaknaan substansinya, jika Pendidikan Agama Islam adalah proses pengajaran atau pembelajaran yang dilaksanakan pada sistem pendidikan Islam, maka Pendidikan Islam adalah sistem yang digunakan dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam tersebut. Perbedaan pada makna diantara kedua istilah tersebut, sehingga dapat dipahami bahwa Pendidikan Agama Islam adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan dari pembelajaran sesuai dengan sistem Pendidikan Islam yang diterapkan dan diharapkan dapat dicapai.

Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam terdiri dari tiga kalimat yang mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda, namun disatukan dalam satu makna untuk mencapai tujuan tertentu. Pendidikan merupakan proses yang sangat penting bagi umat manusia, melalui pendidikan inilah setiap orang belajar seluruh hal yang belum mereka ketahui. Dengan pendidikan yang dilaksanakan tersebut, seseorang dapat menguasai dunianya dan tidak terikat lagi oleh batas-batas  yang dapat membatasi dirinya. Pada hakikatnya, pendidikan adalah suatu upaya dalam mewariskan nilai-nilai, yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupannya, sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia menuju peradaban yang lebi baik dan berkemajuan. Pendidikan merupakan sarana terbaik dalam menciptakan suatu generasi baru yang tidak akan kehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri, tetapi juga tidak bodoh secara intelektual.

Pendidikan dalam bahasa Yunani dikenal dengan istilah paedagogis yang artinya penuntun anak. Sedangkan dalam bahasa Inggris, dikenal dengan istilah education. Kata education ini berasal dari bahasa Latin yaitu ex yang berarti keluar dan educere yang berarti mengatur, memimpin, dan mengarahkan.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan berasal dari kata dasar “didik”, yang diberi kata awalan me- menjadi mendidik (kata kerja) yang artinya memelihara dan memberi latihan.Pendidikan sebagai kata benda  berarti memiliki pengertian sebagai proses perubahan sikap dan perilaku atau tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, latihan dan pembiasaan.

Pendidikan dalam istilah bahasa Arab disebut dengan tarbiyyah, ta’lim atau ta’dib. Kata tarbiyyah berasal dari kata dasar rabbaa, sedangkan ta’lim berasal dari kata dasar ‘allama dan ta’dib berasal dari kata dasar ‘addaba. Secara konstitusional pendidikan diartikan sebagai berikut:
  • Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat sekitar, bangsa dan negara.
  • Pendidikan memiliki peran yang penting dalam pembangunan sebuah peradaban, termasuk peradaban dunia Islam. Dalam konteks Islam, pengertian pendidikan merujuk pada tiga konsep yaitu; tarbiyyah, ta’lim dan ta’dib. Istilah tarbiyyah dalam kamus bahasa Arab, berasal dari fi’il madhi, yaitu rabba dan mudhari’-nya yurabba, yang memiliki arti memelihara, mengasuh dan mendidik. Dalam bentuk masdhar-nya menjadi tarbiyyah, yang berarti pemeliharaan, pengasuhan, dan pendidikan.
Dari pengertian di atas, dipahami bahwa konsep tarbiyyah merupakan proses mendidik manusia dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia ke arah yang lebih sempurna. Konsep ini bukan saja dilihat sebagai proses mendidik, melainkan juga meliputi proses mengurus dan mengatur supaya perjalanan kehidupan berjalan dengan lancar.
  • Istilah ta’lim merupakan akar kata dari kata kerja ‘allama yang mengandung arti memberitahu atau memberi pengetahuan. Istilah diartikan sebagai pengajaran atau pembelajaran, yaitu suatu proses pentransferan ilmu pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik. Kata ‘allama memberi makna sekadar memberitahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian karena sedikit kemungkinan kearah pembentukan kepribadian yang disebabkan pemberian pengetahuan.
  • Istilah ta’dib yang secara bahasa merupakan bentuk masdhar dari kata ‘addaba yang berarti memberi adab dan mendidik. Istilah ta’dib dalam kamus al-Mu’jam al-Washith, bahwa istilah ta’dib dapat diartikan sebagai pelatihan dan pembiasaan yang mempunyai makna dasar, yaitu sebagai berikut:
  • Ta’dib berasal dari kata dasar ‘aduba-ya’dubu yang berarti melatih dan mendisiplinkan diri untuk berperilaku yang baik dan sopan santun. 
  • Ta’dib berasal dari kata dasar ‘adaba-ya’dibu yang berarti mengadakan pesta atau perjamuan yang berarti berbuat dan berperilaku sopan santun.
  • Kata ‘addaba sebagai bentuk kata kerja ta’dib yang mengandung pengertian mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplinkan, dan memberi tindakan.
Jika ditelaah lagi, maka dalam memahami arti ketiga istilah dari tarbiyah, ta’lim dan ta’dib terdapat perbedaan pemahaman, tetapi meskipun terdapat perbedaan dalam pemahaman makna dari ketiga istilah tersebut, namun ketiganya dengan berbagai makna yang terkandung didalamnya tercakup dalam konsep pendidikan Islam. Ketiga istilah tersebut memang memiliki arti yang berbeda-beda, akan tetapi jika dikaji dari segi etimologi, ketiga istilah tersebut mengandung kesamaan dalam segi esensi, yaitu mengacu pada sebuah proses. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Jalaluddin, bahwa perbedaan pemahaman dari ketiga istilah tarbiyyah, ta’lim, dan ta’dib hanya disebabkan oleh perbedaan sudut pandang (world view) saja,  dan bukan perbedaan prinsip dari makna pendidikan Islam itu sendiri. Menurutnya, apabila perbedaan itu dikembalikan kepada asalnya masing-masing, maka semuanya akan menyatu pada sumber dan prinsip yang sama, yaitu pendidikan Islam yang bersumber dari Allah SWT dan didasarkan pada prinsip-Nya. Jika kita lihat lagi dengan seksama, baik itu tarbiyyah, ta’lim dan ta’dib merupakan istilah yang apabila dikaji merupakan istilah yang kesemuanya memiliki konsep dan tujuan yang sama.
Berbeda dengan al-Attas yang mengedepankan pada konsep ta’dib menurutnya dari ketiganya, istilah ta’dib merupakan istilah yang paling tepat digunakan sebagai penunjuk dari arti dan makna pendidikan Islam, sebab ta’dib menurutnya tidak terlalu sempit hanya sekedar mengajar, tetapi juga tidak terlalu luas untuk meliputi makhluk-makhluk selain manusia. Selain itu, al-Attas juga menjelaskan, bahwa:
Tarbiyyah dalam pengertian aslinya dan dalam pemahaman dan penerapannya oleh orang-orang islam pada masa-masa yang lebih dini tidak dimaksudkan untuk menunjukkan pendidikan maupun proses pendidikan. Penonjolan kualitatif pada konsep tarbiyyah adalah kasih sayang (rahmah) dan bukannya pengetahuan (‘ilm) sementara dalam ta’lim, pengetahuan lebih ditonjolkan dari pada kasih sayang. Dalam konseptualnya ta’dib sudah mencakup unsur-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta’lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyyah). Karenanya, tidak perlu lagi untuk mengacu pada konsep pendidikan dalam islam sebagai tarbiyyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus, karena itu ta’dib merupakan istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan pendidikan dalam arti Islam.
Berbagai pendapat mengenai konsep pendidikan Islam, walaupun ada perbedaan pemahaman dari ketiga istilah tersebut, baik tarbiyyah, ta’lim dan ta’dib namun dapat dirumuskan bahwa konsep dalam pendidikan Islam itu adalah proses trans-internalisasi pengetahuan dan nilai Islam kepada peserta didik melalui upaya pengajaran, pembiasaan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan dan pengembangan potensionalnya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.
Kesimpulannya adalah bahwa perbedaan mengenai pemahaman tentang konsep pendidikan dalam Islam merupakan perbedaan dalam hal teoritis dan bukan dalam hal pemaknaan dari arti dan tujuan pendidikan dalam Islam itu sendiri. Karena tujuan yang hakiki dari pendidikan Islam adalah menciptakan generasi berilmu, berakhlak mulia, dan juga berpengetahuan yang sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran Islam terutama pada konsep ajaran Islam yang mengedepankan kepada konsep rahmatan lil ‘alamiin.

Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan merupakan arah yang akan mau dicapai, dalam hal ini ialah arah dari Pendidikan Islam itu sendiri. Adapun arah dari Pendidikan Islam itu adalah menciptakan peserta didik yang cerdas dan menjadikan manusia yang sempurna, yaitu mengenal Tuhannya, lingkungannya dan juga dirinya sendiri (insan kamil). Dengan demikian, konsep dasar dan tujuan dari Pendidikan Agama Islam itu adalah harus dilandaskan kepada pola pikir, atau sudut pandang yang islami, yaitu sudut pandang yang berprinsip pada Al-Qur’an dan Hadits. Karena pada dasarnya tujuan dari Pendidikan Agama Islam itu tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan hamba Allah SWT yang selalu bertakwa kepada-Nya, dan juga seorang hamba yang dapat mencapai kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun akhirat. Hal ini dapat kita lihat dari firman Allah SWT, dalam surah Ali Imran ayat 102, sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam”. (Qs. Ali Imran/ 3: 102).
Imam Al-Ghazali, sebagaimana yang dikutip Dja’far Siddik dalam bukunya, disebutkan bahwa pendidikan islam itu bertujuan:
  • Untuk menciptakan kesempurnaan manusia dalam mendekatkan diri kepada Tuhan, dan
  • Untuk mencapai kesempurnaan hidup manusia dalam menjalani hidup dan penghidupannya guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Sementara M. Arifin membagi tujuan pendidikan agama Islam menjadi dua bagian, yaitu; tujuan keagamaan (al-Ghardud Diny) dan juga tujuan keduniaan (al-Ghardud Dunyawi). Adapun tujuan keagamaan ini meliputi sebagai insan yang beragama yang bercita-cita, berpikir, dan beramal di dunia untuk hidupnya di akhirat kelak. Selain itu, tujuan pokok dari keagamaan ini adalah pembentukan pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syari’at Islam melalui proses pendidikan spiritual menuju ma’rifat kepada Allah SWT. Dan tujuan dari pendidikan Islam pada bagian keduniaan itu lebih mengutamakan pada upaya untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera di dunia dan juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berilmu pengetahuan dan berteknologi dengan berlandaskan iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan Islam atau pendidikan agama Islam adalah melahirkan atau juga menciptakan manusia yang berkepribadian atau pembentukan akhlakul karimah (akhlak mulia) yang berlandaskan kepada Alqur’an dan hadits. Karena, tujuan utama dari pendidikan agama Islam itu adalah melahirkan generasi yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia dan beramal untuk menjadikan setiap perbuatannya selama di dunia merupakan modal akhir yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Apapun yang dilakukan selama di dunia adalah sebagai bekal untuk akhirat semata, dan Allah SWT akan selalu melihat apapun yang kita lakukan.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu Dia shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (Qs. Al-A’laa/87: 14-17).
Selain itu, dengan modal keilmuan yang peserta didik miliki tadi dan juga akhlak yang mulia dapat mengontrol dirinya untuk menjadikan kemajuan peradaban yang sesuai dengan harapan dan tujuan yang islami, yaitu peradaban yang mensejahterakan alam dan seluruh isinya tanpa merusaknya karena dipengaruhi oleh keinginan atau nafsu belaka, sehingga merusak tatanan kehidupan manusia dan makhluk lainnya, itulah bukti nyata manusia sebagai khalifah yang diciptakan dan diutus di dunia ini. Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa manusia tidak hanya menjalin hubungan kesesamanya (hablum minannas), tapi juga menjalin hubungan kepada Tuhannya (hablum minallah) dan kepada alam sekitarnya (hablum minal’alam).

Konsep Rahmatan Lil ‘Alamiin dalam Sistem Pendidikan

Konsep rahmatan lil ‘alamiin mengedepankan kepada tiga aspek umum, yaitu mencakup kepada pelaksanaan ibadah kepada Allah SWT (hablum min Allah), menjalani kehidupan yang harmonis (hablum min annas) dan menjaga kelestarian alam sekitar (hablum min ‘alam). Ketiga hal ini menjadi tujuan utama ajaran dan nilai-nilai normatif Islam yang terdiri dari tiga kalimat akan tetapi mencakup cakupan yang sangat luas. Hal ini sekaligus menjadi tujuan utama sistem pendidikan Islam, yaitu mampu menciptakan insan yang bertakwa kepada Allah SWT, mempunyai nilai sosial tinggi dan keharmonisan hidup serta mampu dalam menjaga kelestarian alam atau lingkungan disekitarnya.

Pengertian Rahmatan Lil ‘Alamiin

Konsep ini merupakan misi utama Nabi Muhammad SAW selain sebagai pengantar kepada ketauhidan kepada Allah SWT bagi manusia di muka bumi. Hal ini dikarenakan bahwa Islam bukan hanya sebagai sebuah agama yang mengajarkan kepada kebaikan dunia dan akhirat namun sekaligus menjadi pandangan hidup bagi seluruh umat manusia dengan nilai-nilai ajaran yang dimilikinya. Konsep rahmatan lil ‘alamiin merupakan tafsir dari surah Al-Anbiya’ ayat 107 yang berbunyi sebagai berikut:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi sekalian alam” (Qs. Al-Anbiya’/21: 107).
Kata rahmat, secara harfiah berarti kehangatan (compassion), humanis atau berperikemanusiaan (human), pengertian atau dapat memahami (understanding), empati (sympathy), berbuat baik (kindness), dan mulia (mercy). Kata ‘alam, secara harfiah berarti word (dunia), universe (alam), dan cosmos (alam).[21] Makna rahmat, secara etimologi adalah sebagai nikmat, kesejahteraan, kemakmuran, dan kasih sayang sedangkan ‘alamiin diartikan sebagai segala sesuatu yang terdapat di langit dan bumi serta diantara keduanya.[22] Dengan demikian, rahmatan lil ‘alamiin dapat dipahami sebagai proses kehidupan manusia yang meliputi kepada rasa kehangatan, saling berkasih sayang, bersimpati atau empati dan saling memahami atau saling memuliakan diantara sesamanya.

Konsep Rahmatan Lil ‘Alamiin dalam Pendidikan

Konsep ini apabila dikaitkan dengan pendidikan adalah mengupayakan dalam melahirkan anak didik yang mempunyai nilai moral dan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Proses pendidikan yang dilaksanakan adalah pengajaran, doktrin, pendekatan, tauladan dan pembiasaan. Secara normatif, pendidikan Islam memberikan ruang dan landasan bagi proses pendidikan yang universal dan berkemajuan, yaitu mengembalikan nilai-nilai ajaran Islam yang kaffah sesuai dengan sosio-kultural manusia yang memiliki kemajemukan dan pemahaman yang dilandasi kepada penerapan nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah. Hal ini dilandasi bahwa kegiatan pembelajaran adalah  transmisi ilmu bagi manusia, seluruh rangkaian pendidikan adalah menuju ibadah kepada Allah SWT, derajat paling tinggi adalah orang yang berilmu, proses pendidikan berjalan sepanjang waktu dan model pendidikan yang dilaksanakan dalam Islam adalah bersifat dialogis, inovatif, dan inklusif.

Konsep rahmatan lil ‘alamiin mempunyai makna bahwa adanya sebuah keterbukaan karena kehidupan manusia adalah bersifat pluralisme dan majemuk yang terdiri dari berbagai agama, paham, adat istiadat, kebiasaan dan kebudayaan. Namun perlu dipahami bahwa Islam sebagai rahmatan lil ‘alamiin adalah mengajak manusia kepada nilai keislaman tanpa harus menghapus segala kebudayaan dan paham yang ada ada kehidupan manusia karena dengan sendirinya akan kembali kepada ajaran yang sesungguhnya sesuai dengan ketentuan dan aturan Allah SWT.

Jika ditelaah kembali kepada masa keemasan peradaban Islam maka dipahami bahwa perkembangan dan kemajuan dunia Islam tidak dapat dilepaskan dari beberapa hal seperti internalisasi nilai-nilai sosial masyarakat terbuka (open society atau open minded) sehingga menghasilkan nilai-nilai baru pada pola kehidupan bermasyarakat dan nilai humanistik yang dapat melahirkan sikap dan perhatian terhadap masalah hubungan dan interaksi antar manusia secara terbuka tanpa menghilangkan nilai-nilai ketauhidan. Pada konteks ini, maka manusia memiliki otoritas yang lebih luas dalam menentukan makna hidup dan kehidupannya, karena adanya sifat terbuka, toleran dan kebebasan berekspresi sehingga menjadi sebuah prinsip dasar pada wujud pendidikan dengan konsep rahmatan lil ‘alamiin.

Tantangan Konsep Pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan proses dalam mewujudkan generasi cerdas, bertanggung jawab, mampu bersaing, dan memiliki karakter mulia sebagai cerminan Islam yang sesungguhnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, berbagai tantangan harus dilalui untuk mencapai target tersebut. Beberapa tantangan pendidikan Islam di masa kini mencakup kepada beberapa hal yang menjadi masalah utama yaitu sebagai berikut:
  • Krisis Paradigmatik. Memudarnya sistem pendidikan yang dijalankan dalam berbagai sistem pendidikan Islam memang sudah terjadi sejak dahulu. Hal ini semakin menjadi ketika pemikiran Barat tentang perbedaan urusan agama dengan pendidikan tidak ada kaitan atau terbelah dua sehingga menjadi bagian yang terpisah dengan sistem dan tujuan yang berbeda yaitu antara ilmu agama dengan ilmu dunia. Hal ini justru menyebabkan dikotominya antara wahyu dan alam atau antara wahyu dengan akal sehingga tidak terjadinya berbagai penelitian empiris yang berarti karena perbedaan dua alam tersebut.
  • Krisis Tujuan dan Arah Pendidikan. Masalah lain justru terjadi kepada hal yang paling mendominasi dalam sistem pendidikan Islam, dimana perumusan atau penetapan arah dan tujuan pendidikannya menjadi minim sehingga pada akhirnya Islam hanya menjadi suatu objek bahasan bukan menjadi minhajul hayah atau way of life. Pada akhirnya lulusan dalam pendidikan Islam jarang sekali dalam menjadikan Islam sebagai pedoman hidup sehingga menjadi jauh dari tujuan pendidikan Islam yang dilaksanakan.
  • Kurangnya Pengembangan. Proses dan pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan pada lembaga pendidikan berbasis Islam hanya berjalan searah atau tidak jauh dengan sistem pendidikan Barat sehingga sistem yang dijalankan hanya berjalan di tempat atau tidak merubah apapun. Selain itu, kurangnya sumber daya manusia dengan mutu tinggi menyebabkan pendidikan Islam tidak menjadi barisan papan atas yang dapat diperhitungkan dalam tatanan sistem pendidikan di dunia pendidikan secara umum melainkan hanya digunakan pada masyarakat Islam sendiri. Hal ini dimungkinkan karena tidak adanya pengaruh yang signifikan dari sistem pendidikan Islam yang dilakukan.
  • Krisis Proses dan Pendekatan Pembelajaran. Pada masalah ini, sistem pendidikan Islam kehilangan substansinya sebagai lembaga pendidikan yang mengedepankan akal pikiran tanpa harus meninggalkan wahyu. Terkait hal ini, Al Attas menyebutkan bahwa semangat untuk mencapai dan menemukan seperti pendahulunya telah hilang dari sistem pendidikan Islam yang dijalankan sekarang padahal semisal itu telah dilakukan pada masa keemasan umat Islam pada abad pertengahan masehi. Karena hal ini, pendidikan Islam yang dijalankan dalam lembaga pendidikan Islam berjalan secara monoton atau satu arah dan tidak adanya perkembangan berarti dari sistem pendidikan yang dijalankan.
  • Krisis Manajemen Pendidikan. Kurangnya sumber daya manusia menyebabkan sistem manajemen yang dijalankan dalam pendidikan Islam tidak berjalan dengan baik, apalagi dalam hal mencapai targetan panjang dengan mengabaikan target jangka pendek terus diabaikan sehingga lulusannya hanya bermodalkan pengetahuan tanpa praktek dan hasil yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya krisis moral yang terjadi dari lulusan dan tamatan lembaga pendidikan yang berbasis Islam. Kemudian, kurangnya komunikasi pengembangan sistem pendidikan yang dilaksanakan antar lembaga pendidikan tidak pernah berjalan dengan baik namun dengan egoisme sendiri sehingga tujuan dan arah pendidikan Islam berjalan sesuai keinginan dan tujuan lembaganya.


Pendidikan Islam Sebagai Solusi Krisis Moral

Prinsip Islam pada dasarnya adalah berada pada prinsip amar ma’ruf nahi munkar dengan konsep memberikan pesan dalam kebenaran atau saling menasehati, dan bergotong royong dalam segala hal. Hal ini menunjukan bahwa Islam adalah agama yang bersifat humanistik tanpa membeda-bedakan satu sama lain dalam bermasyarakat dan bernegara namun tegas dalam akidah. Menurut Zakiah Daradjat, pendidikan Islam adalah:
Usaha dengan langkah bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak dapat memahami dan mengamalkan ajaran dan nilai-nilai Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).
Pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan ajaran dan nilai-nilai pendidikan Islam.
Pendidikan dengan melalui ajaran dan nilai-nilai Islam yaitu berupa; bimbingan dan asuhan terhadap anak didik sehingga dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agamanya dengan baik serta menjadikan Islam sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan, keselamatan, dan kesejahteraan hidup di dunia akhirat.
Pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan dengan berpedoman pada syariat Islam. Hal ini dimaksud bahwa manusia tidak keberatan atas ketetapan Allah SWT dan RasulNya namun tetap mengandalkan akal pikiran dalam mencapai proses kehidupan yang lebih logis karena segala sesuatu berjalan dengan ada sebab akibatnya. Nilai moral tersebut menjadikan manusia yang tidak hanya bertindak sesuka hatinya, namun memperhatikan segala sesuatu terjadi dengan ikhtiar bahwa Allah SWT telah menetapkannya sehingga menjadikan manusia-manusia yang mempunyai nilai moral tinggi.
Melalui proses dan pelaksanaan pendidikan Islam yang baik, manusia akan memiliki otoritas dalam pelaksanaan syariat dan akidah Islam yang baik dengan tetap berpedoman bahwa pada setiap konsepsi kehidupan selalu memegang teguh pada prinsip amar ma’ruf nahi munkar berupa saling nasehat menasehati dalam kebaikan, mengajarkan kebaikan dan kebenaran, saling melarang dalam keburukan dan saling menganjurkan kepada hal-hal yang baik. Dengan tujuan yang bersifat kolektif pendidikan Islam telah memurnikan penghambaan hanya kepada Allah SWT serta menyatukan ide dan pikiran dalam tujuan yang sama.

Kesimpulan

Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang mengedepankan kepada pencapaian lulusan insan-insan yang memiliki dedikasi tinggi dengan berbagai nilai karakter yang tinggi sebagai cerminan Islam yang rahmatan lil ‘alamin sebagai wujud akan cita-cita pendidikan dalam Islam. Konsep rahmatan lil ‘alamiin dalam sistem pendidikan Islam mencerminkan kepada menciptakan proses pendidikan yang lebih humanis dan melahirkan anak didik yang mampu memiliki nilai moral dan karakter yang baik sesuai dengan nilai dan ajaran Islam sejak diturunkan sebagai sebuah risalah di muka bumi. Dengan demikian, dengan pelaksanaan pendidikan Islam yang sesuai dengan Islam itu sendiri akan melahirkan intelektual yang bermoral dan mampu bersaing dengan kehidupannya. Pelaksanaan pendidikan Islam yang baik menjadi misi dan tujuan dalam mencapai proses kehidupan yang mempunyai nilai dan konsep amar ma’ruf nahi munkar dengan konsep saling tolong menolong dalam kebaikan, mengajarkan kebaikan dan melarang akan perbuatan yang tidak baik.

Daftar Pustaka

Abd. Rahman Abdullah, Aktualisasi Pendidikan Islam; Rekonstruksi Pemikiran dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta: UII Press, 2001.
Ahmad Fauzi, “Konstruksi Pendidikan Islam Berbasis Rahmatan Lil ‘Alamiin; Suatu Telaah Diskursif”, At-Ta’lim; Jurnal Pendidikan, Volume. 4, Nomor. 2, Edisi Juni 2018.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007.
Dja’far Siddik, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Citapustaka Media, 2006.
Haryanto Al-Fandi, Desain Pembelajaran yang Demokratis dan Humanis, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Imam Bawani & Isa Anshori, Cendekiawan Muslim, Surabaya: Bina Ilmu, 1991.
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.
Laily Nur Arifa, “Pengembangan Rahmatan Lil ‘Alamiin Melalui PAI; Menggagas Konsep Pendidikan Multikultural Berbasis Islam Rahmatan Lil ‘Alamiin”, Jurnal Al-Makrifat, Volume. 1, Nomor. 1, Edisi April 2016.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.
Mindani, “Tantangan Pendidikan Islam Abad 21”, International Seminar of Islamic Studies IAIN Bengkulu 2019, hlm. 209-210, (diakses dari laman http://repository.iainbengkulu.ac.id, 03 Juli 2022 Pukul. 18.31 WIB).
Muahaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010.
Muhammad al-Naquid al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam; Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Mizan, 1984.
Mustajid, Reformasi Pendidikan Islam; meretas Mindset Baru, Meraih Peradaban Unggul, Malang: UIN-Maliki Press, 2011.
Oyan D. Taufiq Kaseng, “Tantangan Pendidikan Islam Abad 21”, Scolae; Journal of Paedagogy, Volume. 4, Nomor. 4, 2021.
Umum Budi Karyanto, “Pendidikan Karakter; Sebuah Visi Islam Rahmatan Lil ‘Alamiin”, Edukasia Islamika; Jurnal Pendidikan Islam, Volume. 2, Nomor. 2, Edisi Desember 2017.
Undang-Undang RI Nomor. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
Zakiah Daradjat dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000.
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pendidikan Islam"

Posting Komentar