Pembinaan Akhlak


Pembinaan Akhlak

Pembinaan akhlak merupakan proses dalam usaha melakukan tindakan atau kegiatan dalam rangka mengembangkan, membina, dan memelihara anak agar mempunyai akhlak mulia dan mempunyai kebiasaan yang baik dan terpuji dalam setiap proses kehidupannya. Melihat fenomena yang terjadi pada zaman sekarang ini, akhlak mulia menjadi sulit diperoleh atau ditemukan pada anak remaja, hal ini terjadi akibat kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam Alqur’an serta hadits Rasulullah SAW dan kurangnya pengajaran, pembinaan dan pengawasan kepada anak remaja.

Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai peran penting dalam proses kehidupan yang lebih baik, tidak hanya mengikuti dorongan hawa nafsu dan ambisinya untuk melakukan segala hal, apalagi dalam setiap poros kehidupan yang terjadi dalam lingkungannya sehingga melupakan akan tugasnya sebagai seorang hamba dan khalifah di muka bumi. Islam sebagai agama rahmatal lil ‘alamiin, menempatkan akhlak dalam salah satu ajarannya selain tentang akidah, ibadah dan syariah. Akhlak tidak hanya terkait dengan perbuatan dan perilaku namun juga terkait tentang kekuatan mental dan jiwa manusia dalam mencapai hakikat kemanusiaan itu sendiri.

Akhlak merupakan serangkaian sifat dan sikap yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya, bersifat konstan (tetap), spontan, tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar. Sifat dan sikap bawaan yang lahir dalam perbuatan baik disebut akhlak mulia atau terpuji sedangkan perbuatan buruk disebut sebagai akhlak tercela sesuai dengan pembinaannya. Maka akhlak yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pembinaan akhlak mulia anak asuh panti asuhan sehingga menjadi manusia yang dapat memelihara dan menjaga hubungannya kepada Tuhannya, dan lingkungannya.

Pembinaan akhlak dalam Islam merupakan hal utama selain tentang ibadah dan syariat. Nilai-nilai akhlak yang baik dan terpuji selalu menempatkan Rasulullah SAW sebagai gambaran akhlak mulia itu sendiri dalam proses kehidupan manusia dan menjadi suri tauladan yang baik bagi seluruh manusia. Dasar hal ini adalah sebagaimana Allah SWT telah berfirman:

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا 

Artinya: Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah. (Qs. Al-Ahzab/33: 21).

Ayat di atas menjelaskan bahwa bagi siapa yang mengharapkan rahmat Allah SWT, maka hendaklah mereka mengikuti Rasulullah SAW karena dalam diri Rasulullah SAW terdapat segala kebaikan mulai dari perilaku, perbuatan dan perkataan yang menjadi sumber hukum bagi manusia. Menurut M. Quraish Shihab ayat di atas menjelaskan pentingnya meneladani Rasulullah SAW, dimana dalam diri beliau tidak hanya mencerminkan teladan secara totalitas namun juga mencerminkan kepribadian yang patut di contohkan. Ayat di atas merupakan pesan kepada orang muslim secara khusus namun juga menjadi kabar secara umum kepada seluruh manusia.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kemerosotan akhlak terjadi akibat adanya dampak negatif dari kemajuan dibidang teknologi yang tidak diimbangi dengan keimanan dan telah menggiring manusia kepada sesuatu yang bertolak belakang dengan nilai Alqur’an dan hadits Rasulullah. Namun, hal ini tidak menafikan bahwa manfaat dari kemajuan teknologi  yang terjadi begitu cepat pada zaman ini jauh lebih besar daripada madharatnya. Akan tetapi hal ini merupakan salah satu masalah dalam mengurangi kenakalan remaja dalam berbagai hal sehingga peran dari lembaga tertentu diperlukan dalam menciptakan insan atau anak remaja yang memiliki akhlak terpuji dan mulia.

Ajaran agama perlu ditanamkan sejak kecil kepada anak sehingga selalu menerapkan nilai ajaran agama pada setiap kehidupannya. Pada dasarnya, akhlak berasal dari diri manusia sebagai sifat dan sikap bawaan lahir, maka perbuatan dan perilaku tersebut dilakukan dengan spontan. Namun dalam hal ini, beberapa ahli berbeda pendapat, ada sebagian menyebutkan bahwa akhlak tidak dapat dibentuk, tetapi pendapat paling umum adalah bawah akhlak seseorang dapat dibentuk melalui pembinaan dan melalui proses didikan. Pendapat yang mengatakan bahwa akhlak dapat dibentuk adalah salah satunya adalah pendapat yang dicetuskan oleh imam Al-Ghazali bahwa akhlak dapat dibentuk asalkan dilakukan dengan sungguh-sungguh atau intensif. Pembentukan akhlak dapat dilakukan dengan pembinaan melalui proses didikan, latihan, pembinaan dan pembentukan dengan perjuangan keras yang dilakukan secara berulang-ulang dan konsisten. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT pada surah Al-Ahzab ayat 21 yang telah disebutkan di atas. Karena sebenarnya ayat tersebut bertujuan untuk menjadikan Rasulullah SAW sebagai suri tauladan yang baik karena dengan itu manusia dapat mengetahui karakter mulia sehingga dapat dibentuk.

Pembinaan akhlak bukan hanya sekedar memberitahukan mana yang baik dan mana yang buruk, melainkan juga mempengaruhi dan mendorong anak asuh supaya membentuk hidup yang suci dengan memproduksi kebaikan dan kebajikan yang mendatangkan manfaat bagi manusia. Adanya pembinaan akhlak sangat diperlukan laksana dokter yang menyembuhkan penyakit. Pada dasarnya orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi seorang anak. Namun, tidak semua anak dapat menikmati hidup bersama dengan orangtuanya karena berbagai alasan yang telah terjadi. Maka dari itu diperlukan peran serta orang lain dalam pembinaan akhlak anak remaja sebagai pendidik baru bagi kehidupannya. Karena apabila tanpa adanya uluran tangan dari orang dilingkungannya maka dapat berpengaruh pada pembentukan akhlak anak tersebut seperti kurangnya kasih sayang, motivasi, bimbingan, arahan dan perhatian dari orangtua yang layaknya mereka dapatkan.

Konsep Pembinaan Akhlak

Pembinaan akhlak merupakan suatu proses yang dilaksanakan dengan usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan dalam rangka membina serta mengembangkan akhlak seseorang agar mempunyai akhlak yang mulia dan memiliki kebiasaan baik dan terpuji dalam lingkungannya. Kata pembinaan dan ahklak mempunyai pengertian yang berbeda namun mempunyai arah yang sama apabila digabungkan menjadi satu kesatuan yang bermaksud untuk menciptakan makna lain.

Konsep Pembinaan

Pembinaan berasal dari kata “bina” yang mendapat awalan pe dan akhiran -an, yang berarti bangun/bangunan. Pembinaan berarti membina, memperbaharui, atau proses, perbuatan, cara membina, usaha tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Pembinaan adalah segala hal usaha, ikhtiar dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian serta pengendalian segala sesuatu secara teratur dan terarah. Pembinaan merupakan upaya pendidikan formal maupun non formal yang dilakukan secara sadar, berencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab dalam rangka untuk memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing, dan mengembangkan suatu dasar-dasar kepribadiannya seimbang, utuh dan selaras, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, kecenderungan/keinginan serta berbagai kemampuan sebagai bekal, untuk selanjutnya atas prakarsa tersendiri dalam menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi yang mandiri.

Pembinaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara formal maupun non formal dalam rangka mendayagunakan semua sumber, baik berupa unsur manusiawi maupun non manusiawi. Dimana dalam proses kegiatannya berlangsung upaya membantu, membimbing, mengembangkan pengetahuan dan kecakapan sesuai dengan kemampuan yang ada sehingga pada akhirnya tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Konsep pembinaan meliputi dua sub fungsi yaitu pengawasan (controlling) dan supervisi (supervisi). Secara umum persamaan antara pengawasan dan supervisi adalah bahwa keduanya merupakan bagian dari kegiatan pembinaan sebagai fungsi manajemen. Fungsi pembinaan, baik pengawasan maupun supervisi, dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara langsung (direct contact) dan pendekatan secara tidak langsung (indirect contact). Pendekatan langsung terjadi apabila pihak pembina melakukan pembinaan melalui tatap muka dengan pihak yang dibina atau dengan pelaksana program. Pendekatan langsung ini dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi, rapat, tanya jawab, kunjungan lapangan, kunjungan rumah, dan lain sebagainya. Pendekatan tidak langsung terjadi apabila pihak yang membina melakukan upaya pembinaan kepada pihak yang dibina melalui media massa seperti melalui petunjuk tertulis, korespondensi, media elektronik dan lain sebagainya.

Konsep Akhlak

Akhlak merupakan bentuk jamak dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at. Akhlak disamakan dengan kesusilaan, sopan santun. Khuluq merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluk ini disamakan dengan kata ethicos, artinya adat kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan kemudian kata ethicos berubah menjadi kata etika dengan makna yang sama.

Menurut Al-Ghazali, akhlak diartikan sebagai “suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan, pikiran (lebih dahulu)”. Akhlak diartikan juga sebagai ibarat dari keadaan jiwa dan bentuknya yang bersifat batiniyyah, sebagaimana bentuk kebagusan dhahiriyyah secara mutlak tidak sempurna dengan bagusnya dua mata saja, tidak hidung yang bagus, mulut atau pipi tetapi harus bagus semua yang termasuk di dalamnya adalah keadaan psikologis dan tindakan atau perilaku baik itu bagi dirinya maupun terhadap orang lain. Sehingga dapat dipahami bahwa kebagusan dhahiriyyah itu termasuk juga terhadap kebagusan maka pada bathiniyyah harus sempurna supaya tercapai kebagusan akhlak.

Dengan demikian, akhlak dipahami sebagai tingkah laku yang bersifat normatif dan persuasif yang berakibat kepada perilaku yang mencerminkan kepada etika dan moral yang baik dan tidak menyalahi baik secara agama maupun hukum adat dan negara. Sebagian orang memahami bahwa akhlak adalah suatu tindakan yang dilakukan secara refleksi tanpa adanya pikir panjang pada perilaku yang akan dilakukan, karena pada dasarnya akhlak adalah perilaku dengan sifat bawaan yang dilakukan dibawah alam sadar atau reflek, baik itu karena sifat bawaan dan kebiasaan baik yang sudah dilakukan secara berulang-ulang.

Bentuk-bentuk Akhlak

Bentuk akhlak ada dua macam yaitu akhlak mahmudah (akhlak terpuji) dan akhlak madzmumah (akhlak tercela). Akhlak mahmudah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik (yang terpuji). Akhlak madzmumah adalah segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela. Akhlak mahmudah tentunya dilahirkan oleh sifat-sifat mahmudah yang terpendam dalam jiwa manusia. Oleh karena itu sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa sikap dan tingkah laku yang lahir adalah merupakan cermin atau gambaran dari sifat atau kelakuan batin.

Jika dilihat dari bentuknya, maka dalam hal ini ada tiga bentuk akhlak (akhlak terpuji), yaitu berbuat baik kepada orang tua, adab bergaul, dan adab bertutur kata. Hal ini dapat dipahami sebagai berikut:

1. Berbuat Bagi Kepada Orangtua

Akhlak terhadap orang tua, dengan berbuat baik dan berterima kasih kepada keduanya. Dan diingatkan oleh Allah SWT, sebagaimana susah payahnya ibu mengandung dan menyusukan anak sampai umur 2 tahun. Hal ini sebagaiman Allah SWT telah berfirman dalam surah Luqman ayat 14 yang berbunyi sebagai berikut:

وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٖ وَفِصَٰلُهُۥ فِي عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيۡكَ إِلَيَّ ٱلۡمَصِيرُ

Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Qs. Luqman/31: 14).

Dari ayat di atas, dipahami bahwa Allah SWT memerintahkan kepada seorang anak agar tetap berbakti kepada kedua orangtuanya, terlebih lagi seorang ibu yang telah mengandungnya selama sembilan bulan dengan keadaan lemah dan letih. Bahkan anak harus tetap hormat dan tetap memperlakukan kedua orangtuanya dengan sebaik-baiknya, kendatipun mereka mempersekutukan Tuhannya, hanya yang dilarang adalah mengikut ajakan mereka untuk meninggalkan iman tauhid. Adapun adab anak terhadap orangtua, antara lain adalah mendengarkan perkataan kedua orangtua, mematuhi perintahnya selama tidak menyekutukan Allah SWT, dan hendaknya ia merendahkan diri kepada keduanya dengan penuh kesayangan.

2. Adab Bergaul

Jika dipahami bahwa, bergaul dengan orang lain terkait kepada komunikasi antar manusia. Rasulullah SAW merupakan manusia yang paling fasih pembicaraannya. Rasulullah SAW itu sedikit bicara, mudah berkata, kemudian, beliau berkata dengan kata-kata yang mencakup segala maksud, tidak berlebihan dan tidak pula kependekan. Rasulullah SAW orang yang keras suaranya namun lembut, orang yang paling bagus bunyi suaranya. Beliau adalah orang yang lama berdiam, tidak berbicara dengan mungkar, tidak berbicara dalam kesenangan dan dalam kemarahan kecuali yang hak. Beliau berpaling dari orang yang berbicara tidak baik. Beliau berbicara dengan kinayah-kinayah yang harus dibicarakannya yaitu hal-hal yang tidak disukai. Apabila beliau berdiam, maka teman-teman duduknya berbicara, tidak bertentangan disisinya dalam pembicaraan.

Dalam etika pergaulan, Alquran memberikan penekanan kepada persaudaraan. Selain itu, terdapat beberapa sikap yang harus dihindari yaitu seperti dilarang menghina muslim yang lain, tidak berprasangka buruk, tidak mencari kesalahannya orang lain dan menggunjingnya. Kemudian, Alqur’an memerintahkan untuk bersikap kasih sayang kepada sesama muslim agar dapat tercipta taaruf (saling mengenal) dan terjalin hubungan silaturahmi di antara mereka.

3. Adab Bertutur Kata

Diantara perbuatan yang baik diantaranya adalah pergaulan yang baik, perbuatan mulia, perkataan yang lemah lembut, menghormati orang tua dan orang lain, bermurah hati, dermawan, menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain (pendendam). Adapun diantara adab dalam pergaulan yang berkaitan dengan bertutur kata yang baik adalah sebagai berikut:

  • Jujur dalam berkata, yaitu mengatakan yang benar, tidak berbohong kepada orang lain dan berbuat baik.
  • Melihat wajah atau mata lawan berbicara, yaitu sebagai bukti bahwa kita mendengarkan dan menghormati perkataan dari lawan bicara.
  • Berbiciara secara baik dan santun, yaitu memikirkan hal yang akan dibicarakan sehingga tidak menyakiti orang lain.
  • Tidak menggunjing (ghibah), yaitu membicarakan keburukan atau aib orang lain.
  • Berusaha dalam menghindari perdebatan karena perdebatan tidak akan menghasilkan hal yang baik.
  • Tidak memotong pembicaraan, yaitu memotong pembicaraan ketika orang lain sedang melakukan pembicaraan sehinga menyebabkan hilangnya informasi dan dapat mengubah topik pembicaraan.

Oleh karena itu, akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Apabila akhlaknya baik, maka kehidupan bermasyarakat akan sejahtera lahir dan batin. Tetapi bila akhlaknya buruk, maka buruklah lahir dan batinnya.

Metode Pembinaan Akhlak

Berbicara mengenai masalah pembinaan dan pembentukan akhlak maka berbicara mengenai tujuan pendidikan. Karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan dan pembinaan akhlak mulia. Ada dua pendapat terkait dengan masalah pembinaan akhlak. Pendapat pertama mengatakan bahwa akhlak tidak perlu dibina. Menurut aliran ini akhlak tumbuh dengan sendirinya tanpa dibina. Namun ada juga yang menyebutkan bahwa akhlak seseorang dapat dibentuk melalui pendidikan.

Akhlak adalah gambaran batin yang tercermin dalam perbuatan. Menurut Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa sekiranya tabiat manusia tidak mungkin dapat dirubah, tentu nasehat dan bimbingan tidak ada gunanya, beliau menegaskan sekiranya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan niscaya fatwa, nasehat dan pendidikan itu adalah hampa. Namun dalam kenyataannya di lapangan banyak usaha yang telah dilakukan orang dalam membentuk akhlak yang mulia. Lahirnya lembaga- lembaga pendidikan dalam rangka pembinaan akhlak akan semakin memperkuat pendapat bahwa akhlak memang perlu dibina dan dilatih. Karena Islam telah memberikan perhatian yang besar dalam rangka membentuk akhlak mulia. Akhlak yang mulia merupakan cermin dari keimanan yang bersih. Metode diartikan sebagai cara yang teratur dan terpikirkan secara baik untuk mencapai suatu maksud. Beberapa metode dalam pembinaan akhlak adalah sebagai berikut:

1. Metode Keteladanan

Metode keteladanan yaitu suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, baik di dalam ucapan maupun perbuatan. Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah dan paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi dakwahnya. Pendidik dalam hal ini pengasuh Panti Asuhan merasa mudah mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun anak merasa kesulitan dalam memahami pesan itu apabila pendidiknya tidak memberi contoh tentang pesan yang disampaikannya. Hal ini disebabkan karena secara psikologis anak adalah seorang peniru yang ulung, dimana anak cenderung meneladani pendidiknya dan menjadikannya sebagai tokoh identifikasi dalam berbagai segala hal.

2. Metode Pembiasaan

Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan, sedang kebiasaan (habit) adalah cara-cara bertindak yang persistentuniform dan hampir-hampir otomatis (hampir tidak disadari oleh pelakunya). Pembiasaan tersebut dapat dilakukan untuk membiasakan pada tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan pola pikir. Pembiasaan ini bertujuan untuk mempermudah melakukannya. Karena seseorang yang telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan sesuatu yang telah dibiasakan dan akhirnya menjadi kebiasaan dalam usia muda itu sulit untuk dirubah dan tetap berlangsung sampai hari tuanya.

3. Metode Memberi Nasihat

Nasihat adalah .penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat. Dalam metode memberi nasihat ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk mengarahkan anak kepada berbagai kebaikan dan kemaslahatan umat. Diantaranya dengan menggunakan kisah-kisah Qur’ani, baik kisah Nabawi maupun umat terdahulu yang banyak mengandung pelajaran karakter yang dapat dipetik.

4. Metode Motivasi dan Intimidasi

Metode motivasi dan intimidasi dalam bahasa Arab disebut dengan istilah uslub al-targhib wa al-tarhib atau metode targhib dan tarhib. Targhib mengandung makna suatu harapan untuk memperoleh kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan yang mendorong seseorang sehingga timbul harapan dan semangat untuk memperolehnya. Metode ini akan sangat efektif apabila dalam penyampaiannya menggunakan bahasa yang menarik dan meyakinkan pendengar.

Tarhib berasal dari rahhaba yang berarti menakut-nakuti atau mengancam. Menakuti dan mengancamnya sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang Allah SWT. atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah SWT. Penggunaan metode motivasi sejalan dengan apa yang ada dalam psikologi belajar disebut sebagai law of happines atau prinsip yang mengutamakan suasana menyenangkan dalam belajar. Sedangkan metode intimidasi dan hukuman baru digunakan apabila metode-metode lain seperti nasihat, petunjuk dan bimbingan tidak berhasil untuk mewujudkan tujuan yang dimaksudkan sebelumnya.

5. Metode Persuasif

Metode persuasif adalah meyakinkan anak tentang sesuatu ajaran dengan kekuatan akal. Penggunaan metode persuasi didasarkan atas pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Artinya Islam memerintahkan kepada manusia untuk menggunakan akalnya dalam membedakan antara yang benar dan salah serta atau yang baik dan buruk. Penggunaan metode persuasi ini dalam pendidikan Islam menandakan bahwa pentingnya memperkenalkan dasar-dasar rasional dan logis kepada peserta didik agar mereka terhindar dari meniru yang tidak didasarkan pertimbangan rasional dan pengetahuan.

6. Metode Kisah

Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik anak agar mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau. Apabila kejadian tersebut merupakan kejadian yang baik, maka dianjurkan untuk diikutinya, sebaliknya apabila kejadian tersebut kejadian yang bertentangan dengan agama Islam maka harus dihindari. Metode ini sangat digemari khususnya oleh anak kecil, bahkan sering kali digunakan oleh seorang ibu ketika anak tersebut akan tidur. Apalagi metode ini disampaikan oleh orang yang pandai bercerita, akan menjadi daya tarik tersendiri. Namun perlu diingat bahwa kemampuan setiap orang dalam menerima pesan yang ingin disampaikan sangat dipengaruhi oleh tingkat kesulitan bahasa yang digunakan.

Oleh karena itu, hendaknya setiap pemberi pesan bisa memilih bahasa yang mudah dipahami oleh setiap anak. Lebih lanjut an-Nahlawi menegaskan bahwa dampak penting pendidikan melalui kisah adalah: Pertama, kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca tanpa cerminan kesantaian dan keterlambatan sehingga dengan kisah, setiap pembaca akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut. Kedua, interaksi kisah Qur’ani dan Nabawi dengan diri manusia dalam keutuhan realitasnya tercermin dalam pola terpenting yang hendak ditonjolkan oleh al-Qur’an kepada manusia di dunia dan hendak mengarahkan perhatian pada setiap pola yang selaras dengan kepentingannya. Ketiga, kisah-kisah Qur’ani mampu membina persaan ketuhanan melalui cara-cara berikut: 1) Mempengaruhi emosi, seperti takut, perasaan diawasi, rela dan lain-lain. 2) Mengarahkan semua emosi tersebut sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang menjadi akhir cerita. 3) Mengikutsertakan unsur psikis yang membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita sehingga pembaca, dengan emosinya, hidup bersama tokoh cerita. 4) Kisah Qur’ani memiliki keistimewaan karena, melalui topik cerita, kisah dapat memuaskan pemikiran, seperti pemberian sugesti, keinginan, dan keantusiasannya, perenungan dan pemikiran.

Selain metode-metode tersebut di atas terdapat metode-metode lainnya antara lain metode amtsal, metode Ibrah dan Mauizah, metode tajribi (latihan pengalaman) dan metode hiwar.

Teori Client Centered dalam Pembinaan Akhlak

Bimbingan konseling merupakan upaya dalam memberikan bantuan kepada seseorang (klien) untuk memahami dirinya sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapi dengan baik. Berbagai teori tentang konseling yang telah berkembang dalam ilmu konseling, ada salah satu bentuk teori bimbingan konseling yang disebut dengan “client centered theory” yang telah dikembangkan oleh Carl Rogers sekitar tahun 1942 yang kemudian dikenal dengan teori konseling Rogerian. Teori konseling yang dikembangkannya berpusat kepada keputusan pribadi seseorang dalam memutuskan segala hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapinya dengan bantuan atau bimbingan dari orang lain (konselor).

Teori client centered dalam bimbingan konseling bertujuan untuk membantu individu untuk mengatasi dan membantu masalah atau kesulitan yang sedang dihadapinya dengan membantunya untuk memahami dirinya serta membantu dalam menginterpretasikan tujuan hidup pada masa yang akan datang. Pendekatan ini dilakukan untuk memberikan kemampuan individu dalam penataan kembali psikologisnya atau reorganization of the self. Menurut pandangan Carl Rogers, manusia pada umumnya mempunyai sifat dan kebiasaan yang baik, maka langkah yang dilakukan untuk menciptakan manusia yang berkepribadian baik harus dilakukan dari dirinya sehingga kembali kepada fitrah awalnya yaitu berakhlak terpuji.

Pendekatan menggunakan teori client centered Rogerian menitik beratkan kepada kemampuan dan tanggung jawab konseli untuk mengenali cara mengidentifikasikan dan langkah menghadapi realitas secara akurat. Hal ini bertujuan bahwa semakin baik seseorang dalam memahami dirinya maka semakin besar kemampuannya mengidentifikasikan perilaku yang paling tepat untuk dirinya, kemudian dengan pendekatan ini harus mengedepankan kepada pentingnya konselor sebagai pembinaan untuk bersifat hangat, tidak berpura-pura, memiliki sifat empati tinggi dan memberikan perhatian yang cukup sehingga orang tersebut sebagai binaan menjadi lebih baik.

Konseling dengan pendekatan teori client centered Carl Rogers adalah cara atau langkah dalam penerimaan pernyataan, komunikasi, menghargai orang lain dan saling memahami. Pelaksanaan pada proses konseling dengan teori client centered adalah proses dimana pembina harus mempunyai sifat atau karakter sebagai berikut:

  • Acceptance, yaitu pembina menerima seseorang sebagaimana danya dan dengan berbagai masalah yang sedang dihadapinya atau dengan sikap dan sifat yang netral tanpa membeda-bedakan.
  • Congruence, yaitu karaktersitik pembina adalah terpadu, sesuai perkataan dengan perbuatan dan tetap konsisten.
  • Understanding, yaitu harus mampu dalam memahami secara empati pribadi seseorang yang menjadi binaan dengan meletakkan dirinya sesuai dengan keadaan orang yang dibinanya.
  • Nonjudgemental, yaitu tidak memberi penilaian terhadap orang yang sedang dibina, namun harus tetap bersikap objektif.

Bentuk pembinaan akhlak dalam teori Carl Rogers adalah dengan memperhatikan penuh pada langkah proses pengubahan dan perhatian kepada proses perubahan kepribadian daripada karakter kepribadian itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa proses yang dilakukan dengan berbagai pendekatan tanpa mementingkan pada perilaku individu namun menjalani proses untuk mengubah perilaku seseorang sehingga lebih baik dari sebelumnya. Terdapat tiga unsur utama yang sangat esensial dalam hubungannya dengan akhlak seseorang yaitu self, medan fenomenal, dan organisme.

Daftar Pustaka

Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, Bandung: CV. Diponegoro, 2001.
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: Rajawali Press, 2013.
Agus Pranoto dkk, “Etika Pergaulan dalam Al-Qur’an dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran PAI di Sekolah”, Jurnal Tarbawy, Volume. 3, Nomor. 2, 2016.
Almajidi, Konsep Pendidikan Para Filosof Muslim, Jakarta: Al-Amin, 1997.
Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Bau Ratu, “Psikologi Humanistik (Carl Rogers) dalam Bimbingan dan Konseling”, Jurnal Kreatif, Volume. 17, Nomor. 3, 2010.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahan, Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2012.
Djuju Sudjana, Manajemen Program Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.
Dzakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: Ruhama, 2000.
Fathiyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta: P3M, 2000.
Harahap, Darwin, “Teori Carl Rogres dalam Membentuk Pribadi dan Sosial yang Sehat”, Jurnal Bimbingan Konseling Islam; Al-Irsyad, Volume. 2, Nomor. 2, Edisi Desember 2020.
Harahap, Muhammad Rifai, dkk, “Penerapan Akhlak terpuji di Lingkungan Sekolah”, Jurnal Forum Paedagogik, Volume. 13, Nomor. 1, 2022.
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 2005.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qura’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Mustafa, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Mustafa, H.A., Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Nurrul Khasanah dkk, “Pentingnya Etika Berbicara dalam Perspektif Islam Bagi Mahasiswa Millenial”, JAI; Jurnal Abdimas Indonesia, Volume. 1, Nomor. 4, Edisi Desember 2021.
Sabar Budi Raharjo, “Pendidikan Karakter sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Volume. 16, Nomor. 3, Edisi Mei 2010.
Simanjuntak, B. Dan Pasaribu I.L , Membina dan Mengembangkan Generasi Muda, Bandung: Tarito, 2000.
Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga (Family Counseling); Suatu Upaya Membantu Anggota Keluarga Memecahkan Masalah Komunikasi di dalam Sistem Keluarga, Bandung: Alfabeta, 2013.
Sungkowo, “Konsep Pendidikan Akhlak (Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Barat)”, Jurnal El-Islam, Volume. 1, Nomor. 1, Edisi April 2014.
Syahidin, Metode Pendidikan Qur’an; Teori dan Aplikasi, Jakarta: CV Misaka Galiza, 2004.
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Amzah, 2010.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pembinaan Akhlak"

Posting Komentar